Sabtu, 25 Februari 2012

Bunga Terakhir

Tetaplah bertahan kak, ujar Bunga dalam hati. Ini adalah hari ketiga ia menunggui kakaknya di rumah sakit. Dan sejak tiga hari itu pula, ia belum mendengar suara kakaknya lantaran koma. Sungguh Bunga sangat teriris hati melihat kesakitan yang diderita kakaknya. Kakaknya Rizka mengalami tindak kekerasan yang dilakukan sekelompok preman yang ingin meminta uang hasil penjualan kue kami secara paksa. Karena terus mempertahankan hasil dagangan kami, maka Rizka pun dipukul, tangannya terluka dan hampir mengenai urat nadinya. Rizka langsung dilarikan ke rumah sakit dan sudah tiga hari mengalami koma. “Assalamu’alaikum, Bunga..” Sapa seseorang yang sudah berada di samping Bunga. “Wa’alaikumsalam, Cek Ummi.” Jawab Bunga seraya memeluk Cek Ummi. “Tak ada perubahan, Cek,” lanjut Bunga. “Kenapa ujian selalu datang kepada kami ya Cek.? Tanya Bunga sambil tertunduk sedih. Setelah ditinggal untuk selama-lamanya oleh nenek yang sudah mengasuh mereka selama 18 tahun karena kebakaran besar di kawasan Pasar Gede di mana mayoritas bangunan rumah terbuat dari kayu. Nenek mereka tertimpa reruntuhan atap dan akhirnya meninggal. Setelah orang tua mereka berpisah sewaktu Bunga berumur 2 tahun dan Rizka 5 tahun, mereka diasuh oleh sang nenek karena kedua orang tua mereka memilih menikah lagi dengan orang lain dan tidak mau merawat mereka berdua. Cek Ummi menggenggam tangan Bunga seraya berkata “Allah itu selalu bersama kalian dan saying kalian. Buktinya Ia mempercayai kalian untuk bisa melewati ujian hidup ini. Ikutilah scenario dari Sang Sutradara kehidupan maka kelak Surgalah balasannya.” “Tapi Cek, bagaimana bisa Bunga melewati ujian ini tanpa Kak Rizka? Bunga rela makan sekali sehari, panas-panasan mencari uang, bahkan basah kuyup lantaran harus mengantarkan kue ke Pasar Gede asalkan ada Kak Rizka yang mensupport. Namun sekarang, jangankan untuk berbicara, menggerakkan jarinya pun dia belum bisa. Sampai kapan Bunga bisa bertahan, Cek” Ujar Bunga tersedan. Cek Ummi adalah tetangga mereka yang mengerti dengan perjuangan mereka bertahan hidup. Menjual kue ke Pasar Gede yang jarak tempuhnya satu jam dari rumah dengan berjalan kaki. --@@-- “Kak, ini foto ayah dan ibu ya?” Tanya Bunga. Sambil tersenyum Rizka menjawab celotehan adiknya, “Iya Bunga. Nah itu Bunga yang sedang digendong ayah… Lucu ya..” “Iya kak.. Oh ya Kak, nanti Bunga mau mencari ayah dan ibu agar kita gak minta duit sama nenek, kan kasihan nenek bikin kue sampe malem terus” Rizka pun terdiam. Saat itu ia berumur 10 tahun. --@@-- “Siapa ya?” Tanya seseorang melalui suara penghubung yang ada di pagar. “A..a..apa benar ini rumah Pak Andrian Wiryanto?” Ujar Bunga. “Ya Benar. Anda siapa dan ada keperluan apa?” “Sa..saya Bunga Wiryanto, apakah Pak Andrian ada di rumah?” “Maaf, Mbak. Mereka sudah pindah ke Bandung 5 hari yang lalu” “Ohh.. Terima kasih.” “Ya, Sama-sama” Dengan rasa kecewa Bunga kembali ke rumah. Dan Rizka pun tahu apa yang telah dialami adiknya. Ia pun langsung memeluk Bunga. Saat itu ia berumur 14 tahun. --@@-- “Ini dek ada kiriman paket untuk Bunga Wiryanto. Silakan tanda tangan di sini sebagai tanda terima” Ujar seorang tukang pos. Dengan rasa kaget Bunga yang pada saat itu sedang menjemur pakaian menerima sebuah kiriman paket yang tertuju padanya. Setelah menandatangani tanda terima paket yang tidak ada nama pengirimnya, Bunga langsung menmanggil kakak dan neneknya. Mereka bertiga membuka paket tersebut dan isinya adalah sebuah jilbab dan mukena. Di dalamnya pun terdapat ucapan Selamat Ulang Tahun dari Kak Rizka dan Nenek. Betapa terkejutnya Bunga karena kakak dan neneknyalah yang mengiriminya paket. “Nenek sangat ingin kamu menjadi anak yang sholehah. Nanti kalian baik-baik ya kalau Nenek sudah tidak bisa menjaga kalian. Nenek hanya bisa mewarisi kalian rumah ini beserta isinya.” “Nenek jangan bilang begitu. Selamanya kami akan menjaga Nenek. Nenek adalah orang tua tunggal kami,” Ujar Rizka. Dan seketika itu pula Mereka bertiga larut dalam kesedihan. Dua hari kemudian ketika pukul 11 malam. Dengan lahapnya api membakar pemukiman rumah dan sumber titik kebakaran hanya berada kelang empat rumah dari rumah yang didiami oleh Rizka, Bunga, dan nenek mereka. Rizka dan Bunga yang masih belum tidur karena masih sibuk membuat kue untuk dagangan besok langsung membangunkan nenek yang sedang tertidur di kamar. Namun kejadiannya begitu cepat karena api langsung merembet ke dapur dan membuat kompor meledak. “Bungaaa, cepatlah kamu keluar. Kakak akan selamatkan nenek” Teriak Rizka sambil berlari ke kamar. “Ayo Nek, lekas kita keluar, ada kebakaran.” Sang Nenek yang terkejut langsung ditarik Rizka keluar dari kamar. Rizka berhasil menuju halaman rumah. Namun ternyata sang nenek kembali ke dalam rumah, seperti ada yang hendak diselamatkannya. “Neneeeekk…” Teriak Rizka tatkala ia mengetahui nenek kembali ke dalam rumah yang sudah hangus setengah. Rizka pun menerobos reruntuhan rumah dan didapatinya sang nenek sudah tergeletak ditimpa reruntuhan atap sambil memegang sebuah map. Rizka pun menggendong nenek ke luar dan segera membangunkan sang nenek, berharap nenek masih hidup. Namun Allah berkehendak lain. Satu-satunya keluarga mereka yang masih ada kini telah meninggalkan meeka untuk selama-lamanya. Saat itu Rizka berumur 17 tahun. --@@-- Bunga masih tertegun melihat kondisi kakaknya yang sama sekali belum ada perkembangan. Pikirannya melayang tatkala membaca kembali buku harian kakaknya. 12 Maret Adikku Bunga hari ini sudah membantuku menyusun kue-kue dan aku berjanji besok akan kuhadiahi ia sebuah permen coklat yang ada di supermarket itu. Bunga pun ingat, ketika dulu ia pernah diberi permen coklat oleh seorang anak kecil dan ketika ia ditanya dari siapa, anak kecil itu malah berlari dan sambil tertawa meninggalkannya. 10 Mei Pagi tadi Bunga dengan semangatnya mencari alamat ayah, dan aku tahu pasti hasilnya nihil karena memang ayah sudah lama pindah. Tapi aku tetap tidak akan mematahkan semangatnya. Sebuah es jeruk akan menghilangkan dahaganya. Dan benar saja, Bunga ingat ketika ia pulang ke rumah, di atas meja sudah tersaji es jeruk dan seketika itu kakaknya langsung memeluknya karena tahu bahwa Bunga tidak akan menemukan ayah mereka. Dibukanya beberapa lembar buku harian itu dan ia mencari sebuah tanggal di dalamnya. 27 November Lihatlah Bunga, ini adalah alamat ibu kita. Beliau sekarang tinggal tidak jauh dari rumah kita. Tanpa sepengetahuanmu, kakak kemarin sudah ke sana. Dan berita buruk telah menimpa kita. Ibu sudah meninggal dunia. Dan kini suami ibu sudah menikah dengan orang lain. Pedih memang. Dan maaf kakak tidak bisa memberitahumu akan hal ini karena akan menambah lukamu. Hanyalah sebuah jilbab yang bisa kakak persembahkan. Padahal kakak ingin memberikanmu kado special yakni ibu. Namun kenyataan memang bisa berbeda dengan harapan. Sekali lagi maafkan kakak, Bunga. Ibu sudah meninggal? Seketika itu Bunga tidak dapat menahan air matanya. Digenggamnya buku harian kakaknya dan ia pun berlari. Tanpa ia sadari, jemari kakaknya sudah mulai bergerak secara perlahan. Dan akhirnya mata Rizka pun dengan lemahnya terbuka dan sayangnya tidak ada siapa pun di sana. Bunga bergegas mencari alamat yang ada di dalam buku harian kakaknya. Ketika angkot yang ditumpanginya berhenti di seberang rumah sederhana, ia pun turun. Tanpa berhati-hati ia menerobos jalanan tanpa menghiraukan kendaraan yang begitu padat. Pikirannya kosong, matanya hanya tertuju pada bayangan. Bunga pun tersenyum, ia seakan-akan telah bertemu ibunya. Ibunya berusaha meraih tangannya dan mengajaknya pergi ke suatu tempat indah. Di sana Bunga juga bertemu dengan nenek. Mereka bertiga nampak sangat bahagia karena telah berkumpul kembali. “Bagaimana ini, Dok? Tidak ada satupun keluarga yang bisa dihubungi.” Ujar seorang perawat. “Ya sudah, cek dulu golongan darahnya, nanti kita minta bantuan PMI” “Oh ya Dok, pasien korban kekerasan kemarin itu sudah siuman, tapi sayang adiknya belum bisa diketahui keberadaannya Hanya ada seorang tetanggamya saja yang menungguinya sekarang.” “Nanti kita urus dia sus, sekarang antarkan saya ke ruang korban kecelakaan tadi.” “Baiklah.” Sambil bergegas menuju ke ruangan UGD, dokter itu pun bertanya, “ Siapa nama korban dan golongan darahnya apa? Nanti akan segera saya hubungi PMI karena sepertinya sudah tidak ada waktu lagi untuk menunggu keluarganya datang” “Namanya Bunga 20 tahun golongan darahnya A”. Bunga? --@@-- Dari atas kursi roda, Rizka menaburkan bunga ke pusara terakhir Bunga. Fisiknya masih lemah. Sambil menggenggam buku hariannya, Rizka berusaha tegar. Kini ia sendiri tanpa Bunga. Namun ia bertekad akan menemukan ayah mereka seperti apa yang telah dilakukan Bunga. Hanyalah berbekal beberapa nama dan alamat yang ada di dalam map yang dahulunya pernah diselamatkan nenek pada peristiwa kebakaran 6 tahun lalu yang akan menjadi petunjuk keberadaan keluarga ayah dan ibunya saat ini.
»»  READMORE...